Selasa, 29 Juni 2010

Part 1 Tidung: Apa? Jadi tadi kita barengaaann..?!

Biasanya gue hanya mengagumi foto2 di blog orang lain yang sudah jalan2 ke Pulau Tidung. Akhirnya, hari itu, Jumat 4 Juni gue punya kesempatan pergi ke sana! Yippiiii..!!

Jumat dini hari pukul 4, hari masih gelap, ayam belum pada bangun, gue udah siap ke luar rumah, sendirian, berangkat ke stasiun kereta, naek kereta paling pagi dari Bogor jam 04.30 menuju stasiun Kota, Jakarta. Sampai stasiun gue bertemu dengan Bashor, anak Bogor yang juga mau jalan ke Tidung. (Emak gue bisa kaget gue pergi ma laki2 yang baru dikenal. Tapi ternyata itu sudah sering terjadi buat cari teman perjalanan satu tujuan) Setelah berkenalan, kita naik kereta yang sudah penuh dengan penumpang. Jam berapa mereka datang? Mereka pada nginep di kereta kali ya?

Tika, salah seorang teman gue yang suka berangkat kerja pagi2 naik kereta,  menyarankan jangan duduk di 4 gerbong belakang, bakal penuh ma pedagang sayuran. Tapi gue malah dapet di gerbong ke-4 dari belakang. Aman. Ga ada tukang sayur. Dapat duduk, langsung molor lagi. Sampai Cilebut, suara orang2 berlarian berebut naek kereta. Kedengeran dari suara dentaman kaki di lantai kereta. Gue masih tidur. Bangun2 di stasiun Depok. Busyet! Penumpang udah penuuhh banget! Perjuangan hidup memang berat, di pagi buta, mereka sudah berada di dalam kereta, berdesak2an menuju tempat kerja. Bener kata Tika, di depan gue udah ada pedagang sayuran. Dan kursi bambu yang segede gambreng yang kayak bale2 itu! Gimana masukinnya coba?

Jam 06.10, sampailah di Stasiun Kota. Bertemu teman kantor yang sama2 bolos Jumat itu, kita naek bis mini warna biru menuju Muara Karang, di tengah jalan nyambung lagi naek angkot warna merah dianter sampai pompa bensin Muara Angke. Muara Angke ini tempat pelelangan ikan, jalanannya becek hitam pekat, sampah berserakan. Aromanya? Duuuuuhhhhh.. Sedap sekali! Hiiiiyyyyy..

Setelah semua peserta ngumpul, kita menuju pelabuhan. Gue lihat ada ambulance yang mau parkir. Keren juga nih, siaga kesehatan. Ada pertolongan pertama pada kecelakaan.  Kita pun bergegas naek perahu, yang terdiri dari dua tingkat. Di bagian atas dapat bonus angin dan pemandangan laut. Udah penuh, kebanyakan cowok-cowok. Pengennya sih duduk bareng mereka di atas.. hihihi. Karena kita penumpang terakhir, jadi kebagian duduk di bagian bawah kapal, duduk di tengah2, ga bisa nyender, bagian pinggir sudah dikuasain ibu2 yang tidur selonjoran. Jempol kakinya nempel ke teman gue, dia sebel banget!

Setelah 2.5 jam perjalanan, sampai juga di pelabuhan Tidung Besar. Horeee.. Dari kejauhan, gue udah melihat jembatan kayu yang menghubungkan Tidung Besar dan Tidung Kecil. Indah. Ada jembatan yang melengkung bulat. Pulau Tidung kecil terlihat memanjang, dengan pohon2 yang rindang. Tidak ada rumah di Tidung Kecil ini. Mendekati pelabuhan, udah banyak orang berdiri berjejer di pinggir pelabuhan. Waahh hebat euy, kita disambut warga. Ramah sekali mereka!

Orang2 di dalam perahu bergegas pengen ke luar, tiba2 seorang ibu berteriak, "Kita mah nanti aja ke luarnya, biar jenasahnya duluan yang ke luar." Gue kaget, "Apa? Jenasah?? Di mana? Di perahu ini!?"

"Loh, mbak ga tau ya? Ambulans yang tadi kan ngangkut mayat. Dibawa ke Tidung pake perahu ini." Waduh! gue ngedadak panik. Jadi, sepanjang perjalanan tadi, di dalam perahu ini ada jenasah? Orang2 rame di pelabuhan itu bukan nyambut kita ya? Kirain....

Karena sedikit panik, dan buru2 pengen ke luar perahu, gue ga menalikan sendal, yang penting nyangkut di kaki. Akibatnya, waktu melangkah ke luar perahu, kaki gue tersandung pinggiran pelabuhan, sendal gue lepas dan nyebur ke laut. Byuuurrr! Huaaaa.. Sendal gueee..! Eh tiba2 ada mas mas, manis, menghampiri gue, "Tenang mbak, nanti kita ambilin sendalnya. Mbak ke sana aja dulu."

Dengan jalan terpincang2 karena cuma pakai sebelah sendal, gue berjalan ke luar pelabuhan. Haduh, ada apa pula ini? Tadi di perahu ada jenasah, terus sendal nyebur ke laut. Berikutnya ada apa lagi niihhh..! Liburan belum dimulai, tapi udah banyak kejadian. Gue cuma duduk mengharapkan sendal gue cepat kembali..

Selasa, 01 Juni 2010

Jangan Acuhkan Aku, Sayang

Sebuah pagi di kereta. Seperti biasa aku sudah berada di barisan orang2 yang akan menghabiskan siang di Jakarta. Seorang lelaki duduk di sampingku sibuk dengan BB nya. Beberapa orang di depanku tekun menunduk melihat handphone, PSP, laptop yang terbuka, dan beberapa orang asyik sarapan koran pagi.

Kereta berjalan. Berhenti di stasiun mengangkut orang2. Muncul seorang perempuan dan duduk disamping ku menggantikan lelaki yang tadi sibuk dengan BB. Mereka mengobrol. Tangan saling menyapa dalam rindu. Celotehan ringan menggoda di pagi. Tapi salah satu tangan mereka tetap menggenggam BB. Perempuan itu juga. Perempuan itu semakin menunduk dan tenggelam dalam BB nya. Jari jemarinya sibuk bermain di atas tuts. Tidak memperhatikan lagi lelaki yang tadi memberikan kursi empuk kepadanya yang kini duduk di depannya di sebuah kursi lipat kecil. Lelaki itu sabar menunggu. Dia menatap perempuan di depannya dengan harapan perempuan itu menyadari bahwa dia masih ada di depannya dan mengharap bisa kembali becanda. Aku bisa melihat tatapannya yang berkata, pandanglah aku, jangan acuhkan diriku, sayang...

Ternyata, sebuah gadget (handphone, BB, PSP, laptop, Iphone, sebut apa saja hiburan yang bergerak) bisa menjauhkan seseorang yang sebenarnya berada di depan kita. Secara fisik, dirinya berada bersama kita, tapi hatinya entah ada di mana. Lebih memperhatikan dan asyik dengan orang yang tak tampak daripada orang yang berada di sekitarnya.

Di rumahku, sudah terjadi hal seperti itu. Biasanya sore hari atau malam, kami sering berkumpul nonton berita. Saling berkomentar dan menanggapi berita. Tapi sekarang rumah terasa sepi. Kami tetap berkumpul, tapi kami sibuk dengan handphone. Adik saya, sibuk update status atau melihat status temannya. Aku bersms ria dengan teman2 menceritakan hal2 yang nggak penting. Hanya mama ku yang bercerita dan kami mengacuhkannya, menunduk menatap layar gadget. Mungkin mamaku terlalu sabar. Sebenarnya dia bisa berteriak, matikan hape selama di rumah.  Ngobrollah dengan ku!

Di koran minggu, sudah banyak istri-istri yang mengadukan tingkah suaminya di rumah lebih sibuk dengan gadgetnya daripada berkomunikasi dengan istrinya. Sudah banyak perceraian terjadi dengan alasan tidak adanya komunikasi di rumah, karena pasangan sibuk berkomunikasi dengan orang2 yang jauh daripada orang yang berada di dekatnya.

Kafe pun sekarang mulai sepi, biasanya terdengar riuh canda tawa. Di sebuah rumah makan, satu keluarga menunggu pesanan tiba. Tapi mereka sibuk dengan gadget masing2. Ayah ibu dan dua anak. Sedangkan sang kakek hanya termangu memandang orang2 di sekitarnya. Tidak menggenggam sebuah handphone. Dia hanya melihat keluarganya, cucu-cucunya. Dia berharap, pandanglah aku, bicaralah denganku, jangan acuhkan aku.. aku di sini bersama kalian, tapi kalian tidak bersamaku.. Jangan acuhkan aku, sayang!