Minggu, 23 Mei 2010

Kisah Penerbangan BA nomer 9

Ketika gunung berapi Eyjafjallajoekull di Islandia meletus, banyak penerbangan di Eropa dibatalkan, karena khawatir abu vulkanik mengganggu mesin pesawat, dan mengaitkannya dengan pesawat yang melintas di Pulau Jawa ketika Gunung Galunggung meletus. Gue terhenyak! Letusan gunung Galunggung menggangu sebuah pesawat dan menjadi acuan penerbangan dunia ketika terjadi peristiwa di Islandia? Apa yang terjadi?

Akhirnya saya menemukan jawaban itu, di milis Indobackpacker yang ditulis oleh Ambar Briastuti salah seorang moderator milis. Berikut tulisannya:

Kisah Penerbangan BA Nomer 9

Tak banyak orang yang menyadari asap vulkanis di Islandia yang menyebabkan
beberapa bandara Eropa ditutup sejak bulan April lalu adalah hasil dari
sebuah peristiwa yang terjadi di Indonesia 28 tahun yang lalu. Itu terjadi
sebagai akibat dari meletusnya Gunung Galunggung di Jawa Barat pada tanggal
24 Juni 1982. Saat itu sebuah pesawat Boeing 747 British Airways pesawat No
9 yang tinggal landas dari Kuala Lumpur menuju Perth Australia nyaris jatuh
di perairan Indonesia setelah melewati asap panas yang menyebabkan keempat
mesinnya mati.

Kisah penerbangan ini saya tonton pertama dalam program 'Air crash
Investigation' di National Geographic beberapa tahun lalu. Peristiwa yang
disebut "Jakarta Incident' terjadi pada penerbangan malam pesawat BA ketika
berada di atas Samudra Hindia. Pukul 20:40 WIB, sang pilot pertama Roger
Greaves dan teknisi senior Barry Townley-Freeman merasakan efek api St Elmo
di kaca dashboard. Efek ini berupa percikan api atmospher yang diakibatkan
perubahan cuaca. Sang kapten, Eric Moody sedang berada di kamar kecil juga
melihat adanya asap yang memasuki kabin pesawat.

Pada tahun 80an, rokok masih diperkenankan di kabin sehingga kecurigaan
pertama adalah dikarenakan akumulasi asap perokok. Beberapa penumpang juga
melihat sayap dan mesin pesawat menyala terang dengan tidak wajar. Bau asap
juga dikenali seperti bau sulphur. Dua menit kemudian, mesin pesawat no 4
tidak bekerja, disusul ketiga mesin yang lain dalam jeda waktu hanya
beberapa menit. Baik Kapten, Pilot pertama dan teknisi tidak bisa mengenali
apa penyebab mesin mati karena radar di pesawat tidak menunjukkan adanya
badai. Tidak ada gerakan menghentak yang luar biasa ataupun kemungkinan
kebakaran. Pukul 20:43 pesawat BA terbang tanpa mesin dan melakukan gerakan
melayang (glide). [Catatan: jika mesin mati, pesawat tidak serta merta jatuh
tetapi gliding terlebih dahulu].

Pada menit itu tim pilot menyampaikan kabar Mayday (darurat) pada bandara
Halim. Hambatan paling menegangkan adalah pesawat harus berada paling tidak
diatas 3000 kaki untuk mampu melewati pegunungan di Jawa jika Kapten
melakukan pendaratan darurat di Halim. Dengan rasio gliding, Kapten Moody
memperkirakan pesawat tidak akan mampu mencapai ketinggian tersebut dan
memutuskan balik ke samudra. Tim pilot berusaha keras menghidupkan mesin
kembali sembari gliding. Sambil berharap mampu mengangkat badan pesawat
paling tidak melampaui batas minimal atau mendarat di samudra dengan aman.
Upaya darurat ini ada dalam prosedur penyelamatan, tetapi belum pernah
dilakukan dengan pesawat B747.

Dikarenan mesin mati, seluruh fungsi elektronik di pesawat tidak berfungsi.
Gliding juga menyebabkan tekanan di kabin yang membuat kadar oksigen menurun
dengan cepat. Para penumpang merasakan susah bernafas dan masker oksigen
keluar dari kompartemen. Dengan segala upaya tim pilot dan teknisi mencoba
menghidupkan mesin hingga berpuluh kali. Pada ketinggian 4100kaki pada pukul
20:56 mesin no 4 tiba-tiba menyala kembali. Dengan hanya satu mesin tim
memutuskan menaikkan badan pesawat kembali. Beberapa menit kemudian, ketiga
mesin kembali bekerja hanya dalam selang beberapa saat. Dengan kondisi yang
bisa dibilang keajaiban, Kapten Moody memutuskan untuk melakukan pendaratan
ke Halim dengan memutar pesawat kembali.

Begitu mendekati wilayah udara Jawa, kejadian itu berulang. Tim pilot
memilih mematikan mesin setelah melewati pegunungan dan menghidupkan
kembali. Begitu mendekati Halim, kru melaporkan tidak bisa melihat dengan
jelas lintasan bandara. Rupanya kaca dashboard menjadi berawan, walaupun
pihak menara di Halim melaporkan cuaca cerah. Dengan bantuan peralatan
mendarat, pesawat berhasil mencapai bandara dengan aman. Tidak ada catatan
luka serius dari penumpang BA dan kru.

Ketika badan pesawat diperiksa oleh tim Roll Royce, nyaris cat di pesawat
seperti terkelupas. Kaca dashboard yang 'berawan' merupakan hasil abrasi
dari abu vulkanis yang menabrak pesawat dalam kecepatan tinggi. Tim ahli
yang menyelidiki mesin mengenali adanya abu vulkanis berbentuk seperti pasir
yang tajam, menghambat putaran baling-baling ketika menjadi gumpalan.
Matinya mesin karena tidak adanya oksigen yang cukup untuk menggerakkan
rotor. Sedangkan hidupnya kembali mesin secara tiba-tiba adalah dikarenakan
tekanan dan perubahan ketinggian membuat gumpalan abu tadi terlepas kembali.


Sejak peristiwa ini, badan aviasi dunia mulai memperhitungkan abu vulkanis
sebagai elemen yang berbahaya bagi penerbangan. Ini karena abu vulkanis
tidak bisa ditangkap dengan radar karena tidak mengandung kelembaban udara.
Radar didesain menangkap pergerakan cuaca yang mengandung air seperti awan.

Ini juga menambah daftar panjang sumber alam yang bisa membahayakan
Indonesia setelah gunung api, gempa bumi, dan tsunami. Dengan gunung api
yang paling aktif di dunia, Indonesia mempunyai potensial masalah seperti
halnya yang dialami Islandia saat ini. Mungkin sudah saatnya memikirkan
kembali kejayaan dunia maritim yang dipunyai nenek moyang kita. We are
sitting in hotbed!

Tautan:
Video program Air crash Investigation Nat Geo episode All Engines Failed!
bisa dinikmati via:
VideoWire di http://tinyurl.com/2eb4252 atau
Youtube dalam lima bagian. Part1 di
http://www.youtube.com/watch?v=vVI0yLxFdHM*

2 komentar:

  1. kalo gayus itu sumber alam yang membahayakan ga, Mbak? :D

    BalasHapus
  2. mbahayakan kelanjutan hidup manusia lainnya. putus sekolah, jalanan rusak..

    BalasHapus