Selasa, 25 Oktober 2011

Hidup boros ala Jakarta

Saya tinggal di Bogor, di daerah yang terkenal sebagai sumber mata air yang dialirkan untuk warga Jakarta. Depan komplek terbentang pemandangan Gunung Salak. Kalau mau lihat dari rumah, mesti naik ke atas genteng. Walhasil rumah bocor, dan Apa pun marah-marah. Udara dingin di pagi hari saat jendela dibuka brebut masuk ke dalam kamar, membuat saya menarik selimut dan enggan bangun. Siang hari, walau di luar terik, tapi rumah tetap adem. Nggak pakai ac.

Saya kerja di Jakarta. Pulang pergi naik kereta. Cukup cepat dibandingkan naik bis yang cukup rumit rutenya harus naik bis beberapa kali. Tapi akhir-akhir ini (ralat: sudah sejak lama) kereta sering mogok! Bisa berjam-jam, 2-3 jam! Mending kalau duduk, nah ini berdiri selama 2 jam! Nggak ada yang mau gantian. Kebayang kan kaki, dan seluruh badan pegal. Udah gitu, besoknya mesti bangun pagi, ngejar kereta lagi. Kejadian ini kadang terulang setiap hari. Badan belum pulih, sorenya mesti bergelantungan lagi di kereta.

Akhirnya saya menyerah. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Badan saya bisa hancur. Saya harus mengakhiri penderitaan. Saya harus putus hubungan dengan kereta. Saya pun memilih berpisah dan memutuskan untuk menetap di Jakarta. (kayak sinetron yaa hehe)..

Saya menemukan sebuah kos yang tidak jauh dari kantor. Saya suka kosan ini karena lokasinya strategis. Dekat ke jalan Sudirman. Shopping ke Tanah Abang cuma naik angkot sekali. Mau cuci di pameran? Bisa jalan kaki ke JCC. Banyak jajanan di sekitaran Bendhil.

Jadilah saya anak kos. pada awal kos, saya merasakan banyak hal yang dulu bisa didapatkan dengan mudah di Bogor, ternyata tidak demikian kalau tinggal di Jakarta. Kalau mau hidup nyaman (berdasarkan standar saya yang suka udara sejuk, air dingin) seperti di Bogor, saya harus mengeluarkan uang ekstra. Menurut saya ini pemborosan. Tapi kalau mau hidup nyaman, butuh hiburan, ya mau bagaimana lagi. Pengeluaran ekstra untuk apa aja?

  1. Jakarta kota yang panas. Gerah. Kamar kos saya berjendela tapi tidak ke luar rumah. Jendela di dalam rumah. Sirkulasi udara luar tidak begitu besar. Kos saya dilengkapi ac pendingin udara. Dingin yang saya tidak suka karena tidak alami seperti Bogor. Suatu hari, ceeritanya saya mau hemat listrik. Saya tidak menyalakan ac. Hanya kuat 30 menit! Saya nggak tahan dengan pengapnya udara. Keringat mengucur deras. Akhirnya ac saya nyalakan kembali. Suatu malam pernah mati lampu. Waduh saya merasa sesak napas. Gelap. Tidak ada udara. Kalau pun buka pintu, nyamuk pasti akan rebutan masuk. Setidaknya, untuk menghilangkan gerah, sbeuah rumah di Jakarta pasti punya kipas angin. Sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditawar.
  2. AC tidak bisa menggantikan dinginnya udara sejuk Bogor. Saya pernah ke luar kos jam 05.30, udara terasa tawar. Dingin nggak, panas nggak. Datar aja! Saya rindu sejuk alami bukan sejuk jadi2an dari AC!
  3. Saya adalah pecinta tivi. Tiada hari tanpa nonton tivi. Bisa berjam-jam manteng depan tivi. Di Bogor semua saluran televisi nasional dan daerah dapat ditangkap dengan jelas. Waktu kos di Jakarta, saya memutuskan bawa tivi dari rumah. Tapi ternyata menurut teman kos, sinyal di daerah ini sangat jelek. Sinyal yang bagus hanya Indosiar. Wadduh bisa-bisa saya seharian nonton sinetron yang ga jelas, yang di wajahnya ada tiga mata. Supaya siaran bisa ditangkap dengan baik, harus mendaftar antena berlangganan. Ada yang menawarkan 60.000 per bulan. Tapi sinyal sering putus. Ada yang bagus tapi biaya berlangganan tentu lebih mahal. Pengeluaran ekstra bukan? sedangkan di Bogor pakai antena biasa. Tapi di Jakarta, rumah sederhana, bahkan sebuah warung depan kos saya, di atapnya ada antena berlangganan. Saya memutuskan untuk tidak membawa tivi. Jadi, saya hidup tanpa tivi. Nggak ketinggalan berita dong, kan ada internet ;)
  4. Semua orang sudah tahu Jakarta super macet. Yang ini pemborosan waktu. Jarak perjalanan hanya 2 kilometer, tapi bisa ditempuh dalam 40 menit. Apalagi waktu bulan puasa kemarin. Sabtu siang rencana mau buka bersama di Istiqlal, karena bis yang ditunggu tak kunjung tiba, akhirnya saya memutuskan naik taksi. Eh ternyata Sudirman macet! Bikin deg2an. Saya jadi sering ngintip argo taksi. Untunglah ternyata tidak terlalu mahal. Rejeki puasa hehe. Supaya saya nggak boros buang2 waktu di jalan, saya lebih suka jalan kaki. Suatu malam, saya jalan kai dari Ratu Plasa ke Benhil, lanjut ke kos. Entah berapa kilo. Nggak berasa karena sambil motret.
  5. Di sepanjang jalan dan sekitar Bendhil banyak jajanan dan makanan enak. Sate padang, mie aceh, bakmi jawa, sate kambing, rumah makan padang. hmmmm sedyaaapp. Klop dengan saya yang doyan makan. Tapi nggak klop sama kantong. Jebol euy! Yaa kalau tiap hari jajan, bisa kanker alias kantong kering.
  6. Mall, pasar, pameran. Plasa Semanggi, Blok A Tanah Abang, Thamrin City, pameran2 di JCC. Ini sungguh sebuah godaan buat saya yang sangat suka keindahan alias belanja (ga nyambung). Tapi syukurlah, saya masih bisa menahan diri nggak belanja. Tapi waktu bulan lalu ada pameran batik di JCC, saya luluh membeli sebuah baju dari Yogya. Modelnya bagus. Anggap saja hadiah buat diri sendiri. Alesaaannnnn..!
  7. Di sekitaran Bendhil ini banyak salon. Mau creambath, medicure pedicure? tinggal pilih.
  8. Siang banyak tukang makanan mangkal depan kos. Karena kos saya dekat rumah sakit. kalau malam, banyak tukang jajanan lewat. Siapa yang tahan godaannya. Eh ini udah disebutin kan soal jajanan. tapi emang, di sini terlalu banyak makanan yang bikin saya menjadi sangat boros jajan. 
Ternyata, pemborosan lebih banyak di makanan yaa..




2 komentar:

  1. makanan merusak tabungan...
    sama aja :D

    BalasHapus
  2. ternyata, jajanan itu bikin kecanduan. pengen lagi, dan lagi, dan lagi..
    udah nyari yang murah tapi enak, tapi kalo keseringan, yaaa tetep ajeh jebolin kantong :D

    BalasHapus